Sudut teras rumahnya, sekarang ia berhenti untuk sekedar
‘Ngopi, ia juga tak mengantuk kali ini, laki-laki bernama Fajar Sandy, Lampu
remang diatas kepalanya kini, sengaja menyorot dinding hitam yang semakin
membuatnya diam, terdiam.
Sedang asyiknya di kesunyian yang ia buat untuk malam ini,
sekali ini saja sepanjang hidupnya barangkali, menjadi begitu cerdas
se-cerdas-cerdasnya laki-laki, ia termenung semakin dalam, kalap barangkali
dengan banyak pikiran-pikiran, sengaja pula ia masukkan kepingan-kepingan rasa
yang takkan sempat di update di status media sosialnya sejauh ini, mencintai
satu perempuan saja seumur hidupnya, bahkan ditambah satu hadiah Tuhan setelah
ini, InsyaAllah.
Malang, 5 September 2018,
2 Jam sebelumnya kami menunggu di Depan ruangan itu, setelah
satu kali enam puluh menit lebih kami menunggu tiba saatnya kami,
Alhamdulillah.. Batre hapeku mulai
melemah, yasudah, aku sedang ingin ‘tak peduli.
Dokter mempersilahkan kami untuk masuk ke dalam ruangan ini,
ruangan persegi tak begitu luas memang, digedung yang bernama Rumah Sakit Islam
Malang lebih tepatnya, dokter dengan perawakan yang ke-ibuan bagiku dan
istriku, amat ramah menanyaiku dan istriku bergantian, ia terllihat baik,
sesekali begitu bijak memberikan penjelasan untuk ke-awaman kami. Di
sekelilingku banyak sesuatu, yang membuatku liar kemana saja sepanjang mata
memandang, di ruang yang padahal sempit ini pikiranku seperti meluas.
Aku tersenyum ketika dokter memberikan keterangan-keterangan
padaku, dan sejujurnya itu lebih baik dari pada aku ‘sok tahu, ya barangkali.
Setelah beberapa menit Istriku diminta untuk berbaring di
tempat tidur itu, semacam tempat dimana orang-orang, menaruh berbagai perasaan
dalam hidup mereka ketika disini, kudengar dokter berbisik padaku, ia berkata,”was-was
adalah cara mencari harapan, dan ketika keyakinan tiba kau menemukan lebih dari
sekedar jawabannya”.
Aku disini untuk mendengarkan beberapa hal, detak itu
terdengar di telingaku yang kosong, hanya detaknya dan beberapa kebisingan
lainnya, disana sepertinya sangat ramai, iya… di dalam perut istriku sendiri,
di layar juga ia begitu estetik, untuk ukuran Karya Tuhan yang maha besar, aku
bersaksi untukMu, dan terima kasih, laki-laki diruangan ini saat ini amat
terharu mendengarkan dirimu yang didalam (diruang yang sempit), ia yang ku sebut ‘Anakku itu, dan
Ibunya selalu berkata, ia amat terharu Tuhan menunjukkan, dalam hidup seseorang
masih ada kehidupan lainnya, Allah Maha Besar.
Setelahnya aku tak akan bertanya kamu laki-laki atau
peremuan nak, yang pasti sudah hampir 7 Bulan kamu disana, istriku bilang, ia
suka menendang-nendang, bahkan ketika malam aku merasakannya, kamu memang ada,
dan aku sadar kamu benar ada, aku tak pernah berharap ini mimpi, karena dengan
ini Impianku sebagai laki-laki sudah mendapat jawaban.
Kembali lagi, Istriku tersenyum ditempat tidur ini, aku pun
mendekatinya, tetap saja ku pandangi wajahnya, sesekali ke Layar utama, kamu
begitu Indah, seperti Ibumu, menggemaskan dan menggetarkan sendi-sendi, aku
tahu aku sedang, sedang mencintai beberapa hal, hidupku tak hanya hidupnya, tak
hanya hidupmu, bulu-bulu kecil di lenganku biar mewakili syukur dalam hati, aku
memang tak bisa berkata-kata lagi saat ini.
Keterangan seterang-terangnya malam ini, membuat kami pulang
dengan tenang, ia begitu sehat (katanya) dan ku harap memang begitu, ibunya pun
sehat, sama seperti yang ku inginkan, aku? Aku sehat karena aku bahagia melihat
apa yang sedang ku harapkan benar dijawab Tuhan dengan sangat nyata, barangkali
aku mengalami keterharuan yang begitu hakiki.
Aku bersedia menunggunya. InsyaAllah
Semoga kau baik saja, La Hawla Wala Quwwata Illa Billah.
Allahumma Amin
Selesai.
0 Comments